Jumat, 16 Desember 2011

Sindrom Nefritik Akut-Pediatrik

I.                   PENDAHULUAN
Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan penyakit yang terdiri dari gejala-gejala edema, hematuria, hipertensi dan oligouria yang terjadi secara mendadak dan akut[1]. Penyebab tersering sindrom nefritik akut di Indonesia adalah infeksi Streptokokus B Hemolitikus Grup A sehingga disebut pula Glomerulonefritis Akut Post Streptokokus (GNAPS). Glomeruloneritis sebenarnya merupakan istilah umum kelainan ginjal berupa proliferasi dan inflamasi glomeruli yang disebabkan sekunder oleh mekanisme imunologis terhadap antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit tertentu dan zat lain[1,2].
 
II.                EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini lebih sering terjadi di antara anak-anak antara usia 2 dan 12 tahun, meskipun 5% dari pasien lebih muda dari 2 tahun. Anak laki-laki lebih sering terpengaruh dengan GNAPS klinis yang jelas dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 2:1[1,3].
Penelitian pada penderita SNA yang dirawat di Sub bagian Nefrologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS/Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan  sejak tahun 1999 sampai dengan 2003, dari 82 anak SNA yang dirawat terdiri atas 48 (59%) anak laki-laki dan 34 (41%) anak perempuan. Sebanyak 39 (36%) penderita menunjukkan hematuria makroskopis dengan jumlah anak laki-laki dan perempuan masing-masing 14 (36%) dan 25 (64%)[2].  
III.     ETIOLOGI
Terjadinya SNA dipengaruhi oleh faktor-faktor host tertentu, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi, dan kecenderungan genetik. Glomeruloneritis proloferatif akut memiliki etiologi yang beraneka ragam dan tampilan morfologi yang mencerminkan sindrom nefrotik. Ini termasuk onset mendadak, hematuria gross atau mikroskopik, proteinuria bervariasi dari minimal untuk nefrotik, gips pada urinalisis, kelebihan cairan dengan hipertensi, dan tingkat variabel insufisiensi ginjal dengan oliguria atau anuria[3].
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta haemolyticus golongan A, tipe 12,4,16,25,49. Hubungan antara GNA dan ineksi streptococcus ini dkemukakan dengan alasan bahwa (Lohlein, 1970):
1.      Timbulnya GNA setelah ineksi skarlatina
2.      Diisolasinya kuman Streptococcus beta haemolyticus golongan A
3.      Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten kurang lebih 10 hari. Dari tipe tersebut diatas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dibanding yang lainnya, mengapa hal ini terjadi belum diketahui dengan pasti. Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan mum dan aktor alergi diduga dapat mempengaruhi terjadinya GNAPS. Adanya penyakit seperti siilis, penyakit amyloid, trombosis vena renalis, [purpura nailaktoid dan lupus eritematous serta keracunan (timah hitam, tridion) juga diduga dapat menyebabkan timbulnya GNAPS[4].
 Istilah proliferatif menyiratkan hypercellularity glomerulus, apa pun asal sel. Mereka mungkin menyerang glomeruli dari peredaran atau mungkin berasal dari glomerulus mesangial, endotel, atau sel epitel. Keterlibatan glomerulus dapat fokal atau difus, segmental atau global, sesuai dengan jumlah glomeruli dan luasnya cedera glomerulus[3].
IV.  PATOMEKANISME
            Glomeruloneritis akut post streptococcus  adalah penyakit kekebalan-dimediasi terkait dengan infeksi tenggorokan atau kulit dengan strain nephritogenic tertentu dari grup A streptokokus. Mekanisme yang mendasari GN proliferatif akut kekebalan-dimediasi inflamasi yang dibuktikan dengan deposito glomerulus yang mengandung kompleks imun dan komponen pelengkap dalam kebanyakan kasus. Dalam pauci-kekebalan GN bulan sabit, peran patogenetik mekanisme kekebalan tubuh ditunjukkan oleh tingginya tingkat positif untuk antibodi sitoplasmik antineutrofil[3]..
            Konstituen streptokokus atau produk yang dapat memicu proses patologis belum sepenuhnya didefinisikan. Mekanisme yang tepat mengenai kerusakan  ginjal masih kontroversial, meskipun beberapa teori telah diusulkan[4].:
1.      Terbentuknya kompleks imun (antigen-antibodi) yang melekat padamembrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya
2.      Mimikri molekuler antara antigen streptokokus dan ginjal (misalnya, jaringan normal glomerulus bertindak sebagai autoantigen bereaksi dengan sirkulasi antibodi terhadap antigen streptokokus yang terbentuk;
3.      Proses auto-imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak gromerulus
4.      Aktivasi langsung oleh antigen streptokokus.

Glomeruloneritis akut post streptococcus  termasuk immune complex disease, beberapa bukti bahwa GNAPS termasuk penyakit imunologik [1]:
1.      Adanya periode laten antara ineksi streptococcus dan klinis
2.      Kadar immunoglobulin g (IgG) menurun dalam darah
3.      Kadar komplemen C3 menurun dalam darah
4.      Adanya endapan IgG dan C3 di glomerulus
5.      Titer Anti Streptolysin –O (ASTO) meninggi dalam darah
Manifestasi klinis pada anak-anak GNAPS diringkas dan dibandingkan dengan yang terlihat pada orang dewasa pada Tabel 1[3].

                TABEL  1. Manifestasi Klinis GNAPS pada Anak dan Dewasa Tua
Simptom
Anak (%)
Dewasa tua (%)
Hematuria
100
100
Proteinuria
80
92
Edema
90
75
Hipertensi
60–80
83
Oliguria
10–50
58
Dispnea, gagal jantung
<5
43
Nefrotik proteinuria
4
20
Azotemia
25–40
83
Mortality
<1
25
From Rodriguez-Iturbe B. Acute endocapillary glomerulonephritis. In: Davison AM, Cameron JS, Grunfeld J-P, et al. Oxford textbook of clinical nephrology. Oxford, UK: Oxford University Press, 1998:613–623, with permission.
 
V, DIAGNOSIS
Diagnostik kerja meliputi identifikasi sindrom nefritik, infeksi streptokokus asenden, penanda serologi kekebalan-dimediasi peradangan, dan, bila diperlukan, histologi ginjal[3].
Analisis urin memperlihatkan kelainan, juga disebut dismorfik atau crenated, sel darah merah dan sel darah merah gips menunjukkan hematuria glomerulus. Proteinuria, biasanya moderat, mencapai kisaran nefrotik pada 5 sampai 10% pasien dengan GNAPS. Itu berlangsung selama sekitar 6 bulan. Leukosit, hialin, dan gips granular juga sering terlihat Terdapat elevasi sementara nitrogen urea darah dan kreatinin serum karena GFR menurun dengan aliran plasma ginjal yang normal atau rendah dan fraksi filtrasi menurun. Fungsi tubulus biasanya sedikit berkurang[3].
Infeksi streptokokus dikonfirmasi oleh titer antibodi terhadap peningkatan antigen dinding sel dan produk ekstraseluler dari grup A streptokokus. Dalam praktek klinis, mengulangi pengukuran antistreptolysin, anti deoxyribonuclease B, antihyaluronidase, antistreptokinase, dan anti nikotinamida adenin dinucleotidase digunakan untuk menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Antistreptolysin dan anti nikotinamida adenin dinucleotidase titer meningkat pada 80% pasien dengan nefritis postpharyngitis, sedangkan antihyaluronidase dan anti deoxyribonuclease B titer meningkat pada 80 sampai 90% pasien setelah infeksi kulit. Titer antibodi yang tinggi 1 sampai 5 minggu setelah infeksi dan kembali ke tingkat awal mereka setelah beberapa bulan. Pengobatan antibiotik mungkin mengurangi respon antibodi[3].

  PENATALAKSANAAN
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul pada hari pertama. Sesudah ase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur tetapi tidak diizinkan berkegiatan seperti sebelum sakit[1].
Penisilin harus diberikan untuk membasmi organisme. Eritromisin, klindamisin, atau generasi pertama cephalosporin dapat diberikan kepada pasien alergi terhadap penisilin. Pengobatan antibiotik mungkin tidak memiliki pengaruh di lapangan tetapi akan mencegah penyebaran strain nephritogenic. Kontak dekat dan anggota keluarga yang kultur positif untuk GAS juga harus diberikan penisilin, walaupun pengobatan antibiotik tidak selalu efektif dalam menghilangkan kasus sekunder. Episode rekuren jarang terjadi, hal ini terjadi karena adanya kekebalan terhadap strain nephritogenic tertentu sehingga antibiotik profilaksis tidak perlu.
Sindrom nefritik akut juga diterapi dengan diet garam dan asupan cairan yang dibatasi[1,3]. Ketika edema signifikan atau hipertensi terjadi maka loop diuretik, furosemid harus diberikan untuk memulai diuresis cepat dan mengoreksi overload cairan, hipertensi yang terkait volume, dan kemacetan kardiovaskular[3]. Bila terjadi edema berat, diberi makanan tanpa garam, dan bila edema ringan pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/kgBB/hari. Asupan cairan perlu diuperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oligouria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang maswuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan= jumlah urin+incessible water loss (20-25ml/kgBB/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal mg/kgBB/hari[1].  Pada beberapa pasien, keadaan darurat dapat terjadi karena hipertensi dan agen antihipertensi diperlukan. Manajemen awal hipertensi berat termasuk calsium channel blockers (misalnya, IV nicardipine), IV labetalol atau dihydralazine diikuti dengan terapi pemeliharaan antihipertensi dengan diuretik loop, dan calsium channel bloker misalnya, nifedipin. Administrasi angiotensin-converting enzyme inhibitor tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan hiperkalemia[3]..
VI.   PENATALAKSANAAN
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul pada hari pertama. Sesudah ase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur tetapi tidak diizinkan berkegiatan seperti sebelum sakit[1].
Penisilin harus diberikan untuk membasmi organisme. Eritromisin, klindamisin, atau generasi pertama cephalosporin dapat diberikan kepada pasien alergi terhadap penisilin. Pengobatan antibiotik mungkin tidak memiliki pengaruh di lapangan tetapi akan mencegah penyebaran strain nephritogenic. Kontak dekat dan anggota keluarga yang kultur positif untuk GAS juga harus diberikan penisilin, walaupun pengobatan antibiotik tidak selalu efektif dalam menghilangkan kasus sekunder. Episode rekuren jarang terjadi, hal ini terjadi karena adanya kekebalan terhadap strain nephritogenic tertentu sehingga antibiotik profilaksis tidak perlu.
Sindrom nefritik akut juga diterapi dengan diet garam dan asupan cairan yang dibatasi[1,3]. Ketika edema signifikan atau hipertensi terjadi maka loop diuretik, furosemid harus diberikan untuk memulai diuresis cepat dan mengoreksi overload cairan, hipertensi yang terkait volume, dan kemacetan kardiovaskular[3]. Bila terjadi edema berat, diberi makanan tanpa garam, dan bila edema ringan pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/kgBB/hari. Asupan cairan perlu diuperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oligouria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang maswuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan= jumlah urin+incessible water loss (20-25ml/kgBB/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal mg/kgBB/hari[1].  Pada beberapa pasien, keadaan darurat dapat terjadi karena hipertensi dan agen antihipertensi diperlukan. Manajemen awal hipertensi berat termasuk calsium channel blockers (misalnya, IV nicardipine), IV labetalol atau dihydralazine diikuti dengan terapi pemeliharaan antihipertensi dengan diuretik loop, dan calsium channel bloker misalnya, nifedipin. Administrasi angiotensin-converting enzyme inhibitor tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan hiperkalemia[3]..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar